Saya seorang Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. Banyak orang bertanya, "Sarjana pendidikan kok nggak mau jadi guru?" atau "Jadi guru gajinya kecil sih ya..." atau "Itu banyak lowongan jadi guru kok kamu nggak daftar aja? Mesti keterima lho, wong kamu lulusan *piiipppp*"
Ya... sebagai makhluk sosial, saya berterima kasih kepada orang-orang yang sangat peduli sehingga mereka menanyakan hal seperti itu. Biasanya, saya hanya menjawab dengan senyum dan berkata, "Saya mau coba yang lain dulu." Dan dari jawaban tersebut, banyak yang mencibir tapi banyak juga yang menghargai. Yang mencibir menanggap saya masih bodoh dan idealis, sementara yang menghargai biasanya sudah menemukan apa yang ingin mereka capai dalam hidup yang mungkin tidak mereka bayangkan atau cita-citakan pada awalnya.
Sebagai mahasiswa Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, tentu saja saya sudah pernah praktik mengajar di sebuah sekolah dan mengerjakan segala administrasi yang dibutuhkan serta menerapkan segala teori yang sudah diberikan semasa kuliah. Perihal penerapan teori, banyak yang tidak bisa sepenuhnya dipraktikkan. Saya, si idealis ini, banyak menemukan hal yang tidak sesuai dengan apa yang saya yakini sebagai seorang guru. Guru, menurut saya, adalah seorang yang tidak hanya bisa mengajar tetapi juga mendidik. Bagaimana saya, si idealis ini, bisa menjadi seorang guru jika saya sendiri belum bisa mendisiplinkan diri atau berbuat sesuatu yang bisa menjadi teladan? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang muncul dalam benak saya saat itu. Parahnya, pertanyaan-pertanyaan itu seolah menjadi dasar saya untuk mengelak dari takdir seorang Sarjana Pendidikan.
Saya menilai diri saya belum pantas menjadi seorang guru. Guru yang bisa menyampaikan materi dengan baik maupun guru yang bisa menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Kemudian datang pertanyaan lagi, "Kalo mikirnya gitu terus, ya kamu nggak akan bisa jadi guru, wong belum dicoba." Baik... saya punya alasan yang sangat banyak untuk menjawab hal tersebut, tetapi saya memilih untuk diam. Menjelaskan hal-hal yang tidak ingin didengar orang hanya akan menguras tenaga. Saya tidak se-selo itu untuk menjelaskan kepada khalayak tentang mengapa saya tidak ingin menjadi guru. Menjadi guru itu adalah tugas yang sangat mulia. Panggilan hidup dan pelaksanaannya harus dengan sepenuh hati. Jika saya masih setengah hati menjalankannya, bagaimana anak didik saya kelak?
Banyak pertimbangan mengenai menjadi seorang guru. Keluarga besar saya mayoritas berprofesi sebagai guru. Bahkan kedua kakek saya adalah kepala sekolah. Ibu saya juga seorang guru. Dan saya melihat semuanya sangat mencintai pekerjaan mereka sebagai guru. Mereka bertemu dengan para anak didik mereka, memberi perhatian layaknya orang tua kandung, mengajar mereka sampai mereka paham dengan materi yang diajarkan, memberi kiat-kiat belajar yang baik, serta memberi hukuman yang mendidik jika anak didik mereka melakukan pelanggaran peraturan. Mulia sekali, bukan? Dan saya masih tidak mau memenuhi panggilan tersebut?
Suatu hari nanti, jika saya sudah siap, saya yang sudah dibekali sedikit ilmu ini akan siap mengembangkan ilmu saya dengan menjadi seorang guru. Saya akan melayakkan diri saya untuk disebut sebagai seorang guru. Karena menjadi guru adalah panggilan hidup dan membutuhkan kerelaan hati untuk mengurus orang lain juga.
Kata orang Jawa, "Ngajar ki karo ngelakoni." Saya percaya pada hal itu. Seorang guru akan lebih mudah mengajar dan mendidik muridnya dengan melakukan hal yang diajarkannya.
Pendapat saya dan Anda bisa berbeda. Tidak apa-apa. Bila Anda adalah guru yang dengan setengah hati menjadi guru, renungkanlah baik-baik, apakah Anda sudah melaksanakan panggilan Anda dengan baik? Sudahkah Anda memperbaiki diri Anda sebelum Anda memberi teladan kepada anak didik Anda?
Sekali lagi, ini opini saya: Guru ada bukan hanya untuk mengajar (transfer materi, baik teori maupun praktik) tetapi juga mendidik (bagaimana menjadi manusia yang bisa diterima di tengah masyarakat). Opini Anda berbeda? Tidak apa-apa. Pemikiran orang beda-beda.
Tulisan ini saya buat setelah saya membaca caption posting-an Instagram salah satu dosen saya yang mendapat pertanyaan, "Nggak mau jadi guru, kok sekarang mengajar?" Kemudian beliau menjawab, "Apakah ketika seseorang mengajar, dia serta merta bisa disebut sebagai guru?" Jawaban sekaligus pertanyaan beliau membuat orang-orang yang bertanya menjadi diam.
No comments:
Post a Comment